SETELAH tingkatan perkara-perkara kecil yang diharamkan,  maka di bawahnya adalah syubhat. Yaitu perkara yang tidak diketahui hukumnya oleh orang banyak, yang masih  samar-samar  kehalalan maupun  keharamannya.  Perkara  ini sama sekali berbeda dengan perkara yang sudah sangat jelas pengharamannya. 
 
Oleh  sebab  itu,  orang   yang   memiliki   kemampuan   untuk berijtihad,  kemudian  dia  melakukannya,  sehingga memperoleh kesimpulan hukum yang membolehkan atau  mengharamkannya,  maka dia  harus  melakukan  hasil  kesimpulan  hukumnya.  Dia tidak dibenarkan untuk melepaskan pendapatnya hanya karena  khawatir mendapatkan  celaan  orang  lain.  Karena sesungguhnya manusia melakukan penyembahan terhadap  Allah  SWT  berdasarkan  hasil ijtihad  mereka sendiri kalau memang mereka mempunyai keahlian untuk  melakukannya.  Apabila  ijtihad  yang  mereka   lakukan ternyata  salah,  maka mereka dimaafkan, dan hanya mendapatkan satu pahala.
 
Dan barangsiapa yang hanya mampu melakukan taklid kepada orang lain, maka dia boleh melakukan taklid kepada ulama yang paling dia percayai. Tidak apa-apa baginya untuk  tetap  mengikutinya selama hatinya masih mantap terhadap ilmu dan agama orang yang dia ikuti.
 
Barangsiapa yang masih ragu-ragu terhadap suatu  perkara,  dan belum  jelas  kebenaran  baginya,  maka  perkara  itu dianggap syubhat, yang harus dia jauhi untuk  menyelamatkan  agama  dan kehormatannya;   sebagaimana  dikatakan  dalam  sebuah  hadits Muttafaq 'Alaih: