
Bagi yang amalnya temporal,
ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja ibadahnya jadi meningkat, shalat
wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi anehnya ketika sudah menikah,
jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini perbuatan yang memalukan.
Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya. Harusnya sesudah
menikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarrub kepada ALLOH sebagai
bentuk ungkapan rasa syukur.
Ketika berwudhu, misalnya,
ternyata disamping ada seorang ulama yang cukup terkenal dan disegani, wudhu
kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan. Lain lagi ketika
tidak ada siapa pun yang melihat, wudhu kitapun kembali dilakukan dengan
seadanya dan lebih dipercepat.
Atau ketika menjadi imam
shalat, bacaan Quran kita kadangkala digetar-getarkan atau disedih-sedihkan
agar orang lain ikut sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita
menjadi kilat, padat, dan cepat. Kalau shalat sendirian dia begitu gesit, tapi
kalau ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada
sesuatu dibalik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau melihat
amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas dan kuantitasnya ketika
diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita kurang ikhlas dalam beramal.
Hal ini berbeda dengan
hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas, maqam dimana
seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan terus-menerus
berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja bersimpuh sujud
merindukan pertolongan ALLOH. Sedangkan ketika diberi kelapangan dan kesenangan
yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya
ini.
Orang-orang yang ikhlas adalah
orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak ada orang yang
memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas,
ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika ada orang lain
memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan disegani.
Sungguh suatu keberuntungan
yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas ini. Betapa tidak? Orang-orang
yang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala, bahkan bagi orang-orang ikhlas,
amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi pahala amalan sunah atau wajib.
Hal ini akibat niatnya yang bagus.
Maka, bagi orang-orang yang
ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali ia kemas niatnya lurus kepada
ALLOH saja. Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya, "Bismilahirrahmanirrahiim,
ya ALLOH semoga aktivitas duduk ini menjadi amal kebaikan". Lisannya yang
bening senantiasa memuji ALLOH atas nikmatnya berupa karunia bisa duduk
sehingga ia dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas duduk
ini sarana taqarrub kepada ALLOH.
Karena banyak pula orang yang
melakukan aktivitas duduk, namun tidak mendapatkan pertambahan nilai apapun,
selain menaruh [maaf!] pantat di kursi. Tidak usah heran bila suatu saat ALLOH
memberi peringatan dengan sakit ambaien atau bisul, sekedar kenang-kenangan
bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat yang ALLOH karuniakan kepada kita.
Begitupun ketika makan,
sempurnakan niat dalam hati, sebab sudah seharusnya di lubuk hati yang paling
dalam kita meyakini bahwa ALLOH-lah yang memberi makan tiap hari, tiada satu
hari pun yang luput dari limpahan curahan nikmatnya.
Kalau membeli sesuatu,
perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena ALLOH. Ketika membeli
kendaraan, niatkan karena ALLOH. Karena menurut Rasulullah SAW, kendaraan itu
ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk ALLOH, 2) Kendaraan untuk setan, 3)
Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau niatnya benar, dipakai
untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk ALLOH. Tapi
kalau sekedar untuk pamer, ria, ujub, maka inilah kendaraan untuk setan.
Sedangkan kendaraan untuk dirinya sendiri, misakan kuda dipelihara,
dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka inilah kendaran untuk diri sendiri.
Pastikan bahwa jikalau kita
membeli kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah karena ALLOH. Karenanya
bermohon saja kepada ALLOH, "Ya ALLOH saya butuh kendaraan yang layak,
yang bisa meringankan untuk menuntut ilmu, yang bisa meringankan untuk berbuat
amal, yang bisa meringankan dalam menjaga amanah". Subhanallah bagi
orang yang telah meniatkan seperti ini, maka, bensinnya, tempat duduknya, shockbreaker-nya,
dan semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan, insya ALLOH.
Sebaliknya jika digunakan untuk maksiyat, maka kita juga yang akan
menanggungnya.
Kedahsyatan lain dari seorang
hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal, walaupun sebenarnya belum
menyempurnakan amalnya, bahkan belum mengamalkanya. Inilah istimewanya amalan
orang yang ikhlas. Suatu saat hati sudah meniatkan mau bangun malam untuk
tahajud, "Ya ALLOH saya ingin tahajud, bangunkan jam 03. 30 ya
ALLOH". Weker pun diputar, istri diberi tahu, "Mah, kalau mamah
bangun duluan, bangunkan Papah. Jam setengah empat kita akan tahajud. Ya ALLOH
saya ingin bisa bersujud kepadamu di waktu ijabahnya doa". Berdoa dan
tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun tahajud.
Sayangnya, ketika terbangun
ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas, justru dia akan gembira
bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian shalat tahajud dan gembira karena
ia masih kebagian pahalanya. Bagi orang yang sudah berniat untuk tahajud dan
tidak dibangunkan oleh ALOH, maka kalau ia sudah bertekad, ALLOH pasti akan
memberikan pahalanya. Mungkin ALLOH tahu, hari-hari yang kita lalui akan
menguras banyak tenaga. ALLOH Mahatahu apa yang akan terjadi, ALLOH juga
Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita terlalu
banyak. Hanya ALLOH-lah yang menidurkan kita dengan pulas.
Sungguh apapun amal yang
dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap bermakna, akan tetap bernilai,
dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal. Subhanallah.
***
0 komentar:
Posting Komentar